Para santri dan teman-teman UKI Al Hikmah dari institut pertanian (INTAN) Yogyakarta tengah mengikat tanaman tomat di lahan milik pesantren, didampingi oleh Ketua Yayasan Pesantren Darul Fallah Yogyakarta (Tim Jurnalis Desa Kalensari/Abu Zaed Al Ansori)

Para santri dan teman-teman UKI Al Hikmah dari institut pertanian (INTAN) Yogyakarta tengah mengikat tanaman tomat di lahan milik pesantren, didampingi oleh Ketua Yayasan Pesantren Darul Fallah Yogyakarta (Tim Jurnalis Desa Kalensari/Abu Zaed Al Ansori)

Yogyakarta, Villagerspost.com – Apa yang anda bayangkan saat mendengar kata “pesantren”? Umumnya orang pasti membayangkan sebuah areal dimana terdapat gedung untuk belajar, kompleks asrama untuk para santri dan tentunya masjid sebagai sarana ibadah dan sarana berkegiatan ekstra sekolah.

Bayangan itu bakal segera hilang ketika kita mengunjungi Peantren Pertanian Darul Fallah di Yogyakarta. Pesantren yang terletak di Dusun Sambi, Jalan Kaliurang Km 19, Yogyakarta itu sama sekali tak memiliki gedung dan fasilitas lain alias hanya beratapkan langit. Lantainya juga hanya berupa lahan pertanian seluas 4000 meter persegi. Santrinya adalah warga dari dusun sekitar yang khusus menimba ilmu agama plus ilmu pertanian serat wirausaha.

“Mungkin dalam bayangan kalian santri pesantren pertanian ini anak-anak sekolah. Yo iki.. yo anak-anak sekolah, sekolah di alam. Gurunya langsung Allah SWT yang didampingi oleh ahli pertanian,” kata Ketua Pesantren Darul Fallah Agus Sutejo (40) kepada para mahasiswa Unit Kegiatan Islam (UKI) Al Hikmah Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta, yang berkunjung ke sana beberapa waktu lalu.

Meski fasilitasnya hanya beratap langit, berlantai lahan pertanian, namun untuk urusan pendamping santri, Pesantren Darul Fallah menyediakan fasilitas yang tak main-main. Para pendampingnya memang benar-benar para ahli pertanian seperti Supriyanto, yang merupakan ketua petugas peyuluh lapangan (PPL) Pakem Sleman Yogyakarta. Kemudian ada Ali Miftah petugas peyuluh lapangan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta dan Edy Gunadi petugas peyuluh lapangan Magelang, Jawa Tengah.

Selain itu, para pendamping ini masih diperkuat oleh para mahasiswa pertanian dari program Strata 1 dari Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta dan Program S2 dari Universitas Gajah Mada. Karena pengajarnya bukan orang sembarangan, maka santrinya pun bukan sembarang santri. “Santrinya di kita kisaran umur 25-50 ke atas dan sudah mempunyai anak dan istri. Jumlah mereka total ada 25 orang santri,” terang Agus Sutejo.

Para santri itu setiap hari tak hanya belajar soal tata cara menanam berbagai jenis sayuran seperti kubis, caisim, tomat, kangkung dan cabai, tetapi mereka juga belajar berwirausaha. Untuk belajar di sana, para santri pertanian ini memang tidak dipungut bayaran.

“Kalian sekarang kunjungan kepesantren pertanian kemudian do urunan limang ewu limang ewu (patungan lima ribu rupiah-red) kan enak. Atau kalian mau berangkat ke Jawa Timur, urunannya berapa? Seratus ribu-seratus ribu kan enak karena kalian masih ada orang tua yang naggung. Lah nek iki santri sudah mempunyai anak dan istri …arep njaluk duit ning sopo (mau minta uang dari siapa)?” jelas Agus Sutejo, soal tidak ditariknya biaya nyantri di Darul Fallah.

Karena itu, pesantren ini menghidupi dirinya dengan berwirausaha tadi. Salah satu rintisan wirausaha adalah mengelola lahan dengan luas 4000 m2 yang sudah berjalan sejak dua bulan lalu. Selama bekerja mengelola lahan untuk bertanam sayuran  itu, para santri yang bekerja tidak ada yang digaji.

“Mereka kita minta keikhlasan, dananya, waktunya, pemikiranya. Nek duwe duit yo nyombang (kalau punya uang nyumbang). Nek duwe ilmu yo mulang (kalau punya ilmu mengajar) nek duwe tenogo yo rewang (kalau punya tenaga ya membantu),” tambah Agus.

Usaha menanam sayuran itu sendiri mulai menampakkan hasil yang menggembirakan. “Alhamdulillah kangkung, bayam, caisim dan timun sudah kami panen dan hasilnya masih kami kumpulkan di bendahara pesantren,” jelas Karotono (52), ketua pengelola lahan pertanian Pesantren Darul Fallah.

Hanya saja, untuk musim kedua ini, ada sedikit kendala yang dialami para santri. Mereka mengalami kesulitan menghalau hama yang menyerang lahan sayuran, karena cuaca yang tidak menentu dan penangan masih lambat.

“Untuk di kebun sendiri kami masih kesusahan untuk menangani hama-hama yang menyerang di lahan sayuran kubis karena kami telat untuk memberi obat insektisida dalam peyemprotan sehingga tanaman kubis yang kita tanami terserang ulat seluruhnya,” keluh Kartono.

Meski tak punya gedung, Pesantren Darul Fallah mempunyai dua “basecamp” yaitu satu di Dusun Sambi Jl. Kaliurang Km 19, Yogyakarta di rumah salah seorang santri bernama Supriyanto. Kedua, di di Dusun Candi Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

Agus dan Kartono berharap suatu saat mampu mendirikan pondok pesantren yang mempunyai santri, pondok, sekolahan. “Santrinya pun diharapkan dapat berangkat umroh seluruhnya,” kata Agus dengan optimis. (*)

Laporan: Abu Zaed Al Ansori, Tim Jurnalis Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat