Indramayu, Villagerspost.com – Kaum perempuan, khususnya para ibu rumah tangga, umumnya memang menjadi garda terdepan dalam pengelolaan rumah tangga, khususnya soal keuangan. Karena itu, para ibu rumah tangga ini memang perlu dibekali berbagai keterampilan, terutama untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada di sekitar rumah untuk bisa menghemat, bahkan menambah penghasilan keluarga.
Dilatari pemikiran seperti itulah, para ibu rumah tangga di Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diberikan pelatihan cara bertanam hidroponik dan vertikultur. Pelatihan yang melibatkan ibu-ibu program Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) desa Kalensari itu dihelat di pelataran Kantor Desa Kalensari, 7-8 Agustus lalu.
Dalam acara difasilitasi mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Wiralodra, Indramayu itu, kaum ibu dibekali pengetahuan teknik bertanam dengan memanfaatkan pekarangan rumah tangga yang sempit untuk menanam jenis sayuran yang dibutuhkan sehari-hari agar tak perlu lagi membeli dan bisa berhemat uang belanja. Mula-mula, kaum ibu belajar teknik bertanam vertikultur di bawah bimbingan salah seorang pengajar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Wahyu Purwakusuma.
Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan, vertikultur adalah budi daya tanaman secara vertikal atau bertanam dengan menggunakan sistem bertingkat. “Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang sempit secara optimal,” kata Wahyu.
Teknik vertikultur mempunyai kelebihan yaitu populasi tanaman persatuan lebih besar. “Hal ini disebabkan penananaman dilakukan dengan tingat kerapatan yang tinggi dan disusun bertingkat ke atas dan bahan dasar yang digunakanpun dapat menggunakan barang-barang bekas seperti pipa paralon, talang air, bambu dan lain-lain,” jelas Wahyu.
Wahyu menjelaskan, jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan biasanya adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek atau tanaman semusim khususnya sayuran, dan memiliki sistem perakaran yang tidak terlalu luas. Teknik bertanam ini selain memiliki keunggulan berupa bisa diterapkan di lahan sempit, juga memiliki beberapa keunggulan lain.
Diantaranya adalah, hemat air dan bisa menerapkan sistem pertanian organik alias tidak menggunakan bahan kimia. “Pemeliharaan tanaman pun relatif sederhana dan bisa dilakukan siapa saja,” terang Wahyu.
Pada sesi kedua, dosen Universitas Wiralodra lainnya, Henrly Yuliana memberikan pengetahuan terkait teknik bertanam secara hidroponik. Seperti vertikultur, teknik hidroponik juga unggul dalam hal pemanfaatan lahan yang sempit. Selain itu teknik ini juga tidak mengotori lahan yang umumnya adalah pekarangan rumah karena tidak menggunakan tanah sebagai media tanam.
Karena tidak menggunakan tanah, organisme pengganggu tanamanpun dapat diminimalisir karena media tanam semisal arang sekam, serbuk sabut kelapa ataupun spons telah disterilkan terlebih dahulu. “Secara ekonomi harga jualnyapun lebih tinggi dan penanaman secara hidroponik dapat menambah estetika (keindahan) pekarangan saat ditanam,” kata Yuliana.
Dia juga menjelaskan beberapa kekurangan dari sistem bertanam hidroponik. “Biaya awal yang dikeluarkan lebih mahal dibandingkan penanaman secara konvensional. Sayuran dan buah yang dipakai untuk penanaman hanya sayuran atau buah-buahan semusim dan diperlukan keterampilan yang khusus untuk membuat formula nutrisi hidroponik,” terang Yuliana.
Kaum ibu yang mengikuti pelatihan ini tampak antusias. Bahkan mereka masih menginginkan diadakan pelatihan serupa karena merasa belum bisa menyerap seluruh materi yang diberikan. Selain itu ada juga kendala berupa peserta yang tak bisa baca-tulis, namun mereka tetap bersemangat untuk bisa menerapkan ilmu bertanam dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang sempit itu.
“Memang ada kendala materi belum bisa diserap optimal, juga ada peserta yang belum bisa baca-tulis. Ini menjadi permasalahan yang besar untuk memahami materi,” kata Ketua PKK Desa Kalensari H. Juju Juharti.
Meski begitu, dia berharap, pelatihan yang telah diberikan bisa bermanfaat dan dipraktikkan dikehidupan sehari-hari. “Supaya ibu-ibu bisa ikut membantu perekonomian keluarga,” ujarnya.
Salamah Dunia (33), salah seorang peserta berpendapat, pelatihan cara bertanam hidroponik dan vertikultur ini sangat bermanfaat bagi dia dan ibu-ibu rumah tangga lainnya. “Kami sebagai masyarakat yang dulunya tidak mengetahui bagaimana cara untuk mengoptimalkan lahan pekarangan dengan pelatihan vertikultur dan mudahnya cara bercocok tanam dengan teknik hidroponik, jadi paham,” katanya.
Hanya saja Salamah mengaku, dia memang belum bisa memahami seluruh materi yang diberikan. “Untuk pencampuran pupuk masih bisa dipahami, hanya saja kami masih bingung untuk pembuatan pupuk secara tradisional karena pencampuran dosisnya masih rumit dan kami takut salah,” ujarnya.
Selain itu, dia merasa, pelatihan juga menjadi kurang optimal karena peserta yang hadir terlalu banyak sehingga pemateri kurang intens dalam memberikan penjelasan, terutama saat materi praktik. Selain itu, suasana panas dan ricuh dalam acara akibat terlalu banyaknya peserta juga membuat peserta yang cukup serius mendengarkan materi jadi kurang berkonsentrasi.
“Suasana panas dan ricuh dalam acara bikin penjelasan dari pemateri sulit didengar dan hanya setengah dipahami oleh peserta,” keluhnya.
Karena itu, dia berharap, pelatihan vertikultur dan hidroponik ini tidak berhenti hanya sampai disitu. Dia berharap pelatihan ini bisa ditindaklanjuti dengan pelatihan yang dilakukan per-RT dan didampingi oleh pendamping dari masyarakat sekitar yang berkompeten di dalam bidang pertanian.
Hal itu memang sangat dimungkinkan karena Desa Kalensari menjadi salah satu desa yang mendapatkan SK Bupati Indramayu untuk menjalankan program “Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS)” yang difokuskan di beberapa lingkungan Rukun Tetangga.
Salah satunya adalah RT 03 dan RT 04 yang dijadikan sebagai RT binaan P2WKSS. Kedua lingkungan RT itu menjadi fokus karena masih banyak pengangguran dan warga dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Karena itu lingkungan tersebut masih membutuhkan pembinaan dari RT yang lainya.
Juju Juharti sepakat dengan ide Salamah. Dia mengatakan, pelatihan tersebut akan diteruskan dan juga ditambahkan beberapa program pelatihan lainnya “P2WKSS juga akan mengadakan pelatihan pembuatan telor asin, budidaya lele, budidaya jamur dan pemanfaatan limbah jahitan baju untuk dibikin kerajinan bros dan alas kaki,” pungkas Juju. (*)
Laporan: Abu Zaed Al Ansori dan tim jurnalis Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, Jawa Barat.
Waktu selain menjadi kendala pembelajaran perlu diulang’ulang atau dibagi menjadi bbrp kesempatan, peserta yg terlalu banyak perlu dibagi menjadi peminatan dan diberikan kesempatan utk saling unjuk karya dlm satu periode,kendala baca tulis umumnya terjadi didesa sehingga bahasa tutur menjadi media utama yg perlu dibantu dg mefia gambar/grafis. Ini skaligus adalah otokritik bagi para pegiat didesa bhw materi yg sederhana ternyata memerlukan pencematan yg teliti agar tersampaikan dg tuntas,bravo merdesa