Gozali, tengah merawat tanaman caisim di halaman rumahnya, di desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, Jawa Barat (tim redaksi Desa Kalensari/nina)

Gozali, tengah merawat tanaman caisim di halaman rumahnya, di desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, Jawa Barat (tim redaksi Desa Kalensari/nina)

Indramayu, Villagerspost.com – “Yah..daripada halaman rumah saya ditumbuhi rumput lebih baik ditanami caisim,” demikian Gozali (22) mengawali pembicaraan, dengan tim redaksi jurnalis Desa Kalensari, Indramayu yang menemuinya, Minggu (24/7) lalu. Gozali adalah salah satu petani yang sukses merintis usaha bertanam sayuran jenis caisim dengan mendayagunakan pekarangan rumahnya.

Mulanya, seperti kebanyakan petani lain di Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, Jawa Barat, Gozali lebih memilih bertanam padi. Namun belakangan dia mulai berpikir untuk bisa menambah penghasilan keluarganya lantaran hasil dari bertani padi tak begitu menggembirakan.

Gozali bercerita, dari bertani padi, dia harus menunggu hingga jangka waktu empat bulan dari pertama kali tanam, untuk bisa memanen hasilnya. Itupun tak seberapa. Dari luas lahannya yang tak seberapa, dia hanya bisa mendapatkan 2,5 kwintal padi atau setara 250 kilogram.

Dia pun lantas berpikir untuk mendayagunakan halaman rumahnya untuk bercocok tanam agar bisa menghasilkan uang tambahan. Kebetulan halaman rumah Gozali lumayan luas, kira-kira seluas 25 bata atau setara 14 meter persegi. Selama ini, halaman rumahnya itu dibiarkan begitu saja ditumbuhi rumput liar, yang hanya merusak pandangan dan keindahan rumah.

Tapi Gozali bingung ingin bertanam apa di pekarangan rumahnya itu. Belakangan dia terinspirasi untuk bertanam caisim setelah melihat tanaman caisim yang hijau, mulus dan berdaun lebar milik beberapa tetangganya, Tamudin. “Akhirnya saya tertarik mencoba bertanam caisim,” katanya.

Gozali memulai berkebun caisim pada akhir Juli tahun lalu. Gozali mengaku, melihat peluang pemasaran yang mudah dari bertanam caisim karena melihat banyaknya pedagang mie ayam dan bakso yang ada di sekitar desa. “Tanam caisim juga lebih mudah karena dapat dipanen dalam jangka waktu yang pendek,” katanya.

Gozali bertanam caisim di pekarangan rumah hanya dengan modal Rp100.000. Dari uang sebesar itu, dalam jangka waktu 30 hari dia sudah bisa memanen 5 kwintal caisim atau sebanyak 500 kilogram. Dia menjual caisimnya seharga Rp4000 per kilogram. Total dalam sebulan dia bisa meraup penghasilan sebesar Rp2 juta. “Caisim lebih menguntungkan dari bertanam padi,” katanya.

Untuk 250 kilogram padi dengan harga Rp4000 per kilogram, Gozali hanya mendapatkan uang sebesar Rp1 juta. Itupun dalam waktu yang lama yaitu 4 bulan. Sementara dari bertanam caisim, dalam jangka waktu yang sama dia bisa melakukan tiga kali panen dan mendapatkan uang sebesar Rp6 juta.

Lagipula, kata Gozali, budidaya tanaman caisim pun tidak begitu sulit. “Untuk pupuk cuma butuh pupuk urea sebanyak 10 kilogram,” katanya. Selebihnya dia memerlukan insektisida dan fungisida untuk menghalau hama berupa ulat, belalang dan kutu perusak daun yang kebanyakan suka menyerang di musim penghujan.

Untuk mendapatkan hasil maksimal, Gozali menebar benih caisim dicampur dengan pasir dan diaduk hingga merata untuk meminimalisir tumbuhnya gulma yang menggangu tanaman caisin. “Untuk pemupukan awal tanaman caisim pada umur 14 hari dipupuk dengan urea sebanyak 2 kg dicampur dengan pasir,” ujarnya.

Semenrtara untuk pemupukan kedua, dipupuk dengan pupuk Urea sebanyak 8 kg dan pada umur 20 hari. Kemudian, caisim kembali disemprot dengan pupuk mutiara sebanyak 2 kg agar tanaman caisim tumbuh gemuk.

Kardi, adalah salah satu pedagang mie ayam yang suka membeli caisim dari kebun Gozali. Saat ditemui tim redaksi Desa Kalensari, Kardi mengaku suka membeli caisim dari Gozali karena rasanya lebih enak dan bagus. “Daunnya lebar, warnanya hijau dan berdaun mulus,” kata Kardi.

Selain itu, kata Kardi, dia membeli caisim milik Gozali karena lebih mudah mendapatkannya setiap hari. Dia mengaku tak perlu repot untuk pergi ke pasar yang letaknya beberapa kilometer dari desa hany untuk mendapatan beberapa kilogram caisim.

Gozali pun senang, tak perlu juga pergi jauh-jauh ke pasar menjual hasil panennya. Kini, dari hasil budidaya tanaman caisim ini, Gozali mengaku dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti makan sehari-hari dan kebutuhan jajan anaknya. Dia menjual caisim hasil budidayanya kebanyakan kepada para penjual bakso dan mie ayam di sekitar desa.

“Yang penting, dari halaman rumah yang dulu cuma ada rumput liar yang merusak pemandangan dan kebersihan, sekarang menjadi perkebunan sayuran yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga memperindah pandangan,” pungkas Gozali. (*)

Laporan: Tim Redaksi Desa Kalensari, Indramayu: Abu Zaed Al Ansori, Eryati, Sunani